Selasa, 17 April 2012

Jalan Santai, Kembali ke Khittah


Menjadi seorang pamong praja di kantor kecamatan, saya berkesempatan terlibat dan bersentuhan dengan beragam kelompok dan aktivitas sosial kemasyarakatan. Pada 24 Nopember 2010, saya didaulat mewakili Camat yang berhalangan hadir karena tugas tertentu. Saya harus sampaikan pidato pendek sekaligus mengibarkan bendera star jalan santai peringatan Hari PGRI Ranting Pagedongan. Beberapa bagian yang saya sampaikan saya tulis ulang selepas turut jalan santai. 

Konstelasi politik di Banjarnegara saat itu agak dinamik karena hampir mendekat pemilihan bupati dan wakil bupati. Tidak hanya orpol yang rajin bergerilya akan tetapi sebagian elite ormas dan golongan profesi pun sudah mulai dirembesi kepentingan politik praktis. tidak jarang pada suasana semacam itu, ajang olah raga dan kesenian menjadi upaya mobilisasi politik. Pokok pikiran dibawah ini saya sampaikan di Lapangan Ponjen Pagedongan.

Yang mulia para guru dan karyawan dilingkungan Dinas Pendidikan serta anak-anakku yang saya cintai.
Kaum shaleh memadang, keberadaan sepasang orang tua dan kedudukan seorang guru amatlah agung.  Orang tua melahirkan jiwa, para guru membentuk jiwa. Orang tua menanam budi pekerti, para guru menyiraminya supaya ajaran moral tumbuh subur. Pandangan itu masih terus bertahan. Hingga kemudian terjadi reduksi saat kehadiran media massa menguat dan peran orang tua dan guru merosot.
Faktor eksternal telah menyempitkan peran pendidikan. Proses pendidikan di sekolah menyempit tinggal semacam teknis pengajaran. Pengajaran pun dianggap hanya situasi belajar dan mengajar di dalam kelas (Komarudin Hidayat). Bahkan, pengajaran guru dalam kelas, hampir tidak bersambung dengan apa yang tengah terjadi diluar sekolah. Pengetahuan yang berkembang sangat teks book. Tidak merentas keluar, gagal menginspirasi kehidupan siswa sehari-hari.

Merenungkan hari  lahir salah satu organisasi terbesar  guru,PGRI, berarti kembali ingatan kita tentang krida guru di era sekarang. Saat Rh. Khusnan merintis kelahiran organisasi guru tahun 1945 di Solo, ia menekankan bahwa “guru adalah pembentuk jiwa, pembangun masyarakat”.  Guru tidak sekedar menyampaikan pengetahuan kepada para siswa, namun memahat kepribadiannya dengan kharakter berbudi luhur. Ilmu tidak berhenti sebagai logos (pengetahuan), juga inspiras etik dan praktik.

Kesempatan jalan sehat yang pagi ini akan kita laksanakan, dengan begitu, bukanlah hal yang tepisah dari pendidikan. Berjalan-jalan, mengamati alam, menyapa penduduk sepanjang rute perkampungan, melihat realitsas infrstruktur (perumahan, jalan, jembatan, saluran air, dsb.) di perdesaan adalah bagian dari pendidikan pula. Kita akan mengasah kewaskitaan, kepekaan, dan kedekatan dengan masyarakat kampung. Bukankah pendidikan kita juga memiliki salah satu tujuan yang demikian?
Jalan sehat juga memberi kebugaran pada tubuh sekaligus jiwa. Kata pepatah Yunani, “men sana in corpora sano” (dalam tubuh yang sehat, akan bersemayam jiwa yang kuat). Jangan balik bertanya, mengapa ada orang yang tinggi besar, sehat dan kuat pula, tapi jiwanya kerdil? Pepatah ini memang ditujukan bagi para atlet olimpicus di Yunani, bahwa dengan rajin berolahraga dan bertanding secara fair maka seorang akan memiliki jiwa yang kuat dan bersih.  

Kalau jalan santai ini betul-betul dilandasi keinginan seperti diatas, maka tercapailah segenap tujuan panitia dan pendidikan secara umum. Namun, apabila para guru memiliki maksud lain untuk kepentingan “show of force” atau penggalangan politik praktis bagi kepentingan kelompok tertentu, maka barang tentu kegiatan ini telah gagal. Bahkan bubar sama sekali sebelum bendera “start” ini saya kibarkan.
Marilah kita terus menerus mawas diri. Usia 65 tahun bagi organisasi, mungkin sama dengan usia 30 tahun bagi seseorang. Saatnya PGRI menjadi dewasa dan menjaga obor semangat pendidikan di negeri ini tidak padam. Langkah-langkah “mencerdaskan kehidupan bangsa” tentu amat mulia dan jangan sampai dikotori dengan “moral hazart” politik praktis. Mari kami ajak PGRI kembali pada kithahnya, seperti ditegaskan sang pendiri: membentuk jiwa, membangun masyarakat.

Dengan ucapan Bismillahirahman nirrahiim, maka Jalan Santai memperingati HUT ke-65 PGRI Ranting Kecamatan Pagedongan, pagi ini saya berangkatkan!