Beberapa saat menjelang
peringatan momen persatuan Hari
Sumpah Pemuda, tepatnya 18
oktober 2011 lalu, Gubernur Jawa Tengah H.
Bibit Waluyo melantik Bupati dan Wakil Bupati Banjarnegara masa jabatan
2011-2016. Bupati/Wabup Sutedjo Slamet Utomo dan Hadi Supeno merupakan pemimpin
ke-15, dihitung sejak Bupati Pertama R. Tumenggung Dipayuda IV yang dinobatkan
pada 22 Agusutus 1831.
Sutedjo S. Utomo & Hadi Supeno (photo: Humas) |
Setiap kepemimpinan baru selalu menerbitkan harapan besar.
Kota Dawet Ayu yang baru terbangun dari tidur panjang sebagai Kabupaten Tertinggal tentu banyak mimpi
masyarakat yang harus diwujudkan. Dipundak pemimpin baru disandarkan harapan
perubahan kesejahteraan yang meningkat, iklim investasi daerah yang kondusif, penciptaan
sumberdaya manusia yang unggul, dan perbaikan beragam infrastruktur fasilitas
umum.
Visi dan misi pasangan JONO (sebutan populer Tejo-Peno saat
kampanye) kiranya telah berusaha mengakomodasikan cita-cita masyarakat lima
tahun mendatang. Yakni, terwujudnya manusia dan masyarakat Banjarnegara yang
mandiri dan berdaya saing, menuju masyarakat sejahtera yang berkharakter mulia.
Satu juta penduduk yang merentang dari Susukan hingga
Sigaluh (wilayah ujung barat-timur) dan Batur hingga Pagedongan (utara-selatan)
sudah menunggu penjabaran misi pemimpin baru. Seperti dijanjikannya sebelum
terpilih, yakni bertekad mengelola tata pemeritahan yang baik. Kemudian menciptakan
situasi masyarakat yang aman, damai dan religius. Dan paling utama, sesuai
amanah konstitusi meningkatkan kesejahteraan umum.
Perlu ratusan butir program dan kegiatan yang realistik dan
berkeadilan untuk mewujudkannya. Dan waktunya pendek, hanya lima tahun sebelum rakyat
secara demokrasi akan mengevaluasi kepemimpinan melalui pemilukada berikutnya.
Political Decay
Sebagai teknokrat senior dan putera daerah keandalan keduanya
tidak diragukan. Sutedjo saat
menjabat sekretaris daerah dan Supeno saat menjabat wakil bupati kali pertama dapat
dibilang orang dibelakang layar suksesnya transisi sistem informasi pengelolaan
keuangan daerah, misi mitigasi sejumlah bencana alam, pencapaian kerjasama
antar daerah, serta pengarusutamaan gender dan pendidikan dalam
pembangunan daerah.
Disamping dikenal sebagai pribadi yang relatif bersih selama
memangku jabatan. Mereka dikancah pergaulan luar luas pula membangun jaringan
politik selama ini hingga level nasional diberbagai organisasi. Cadangan pengetahuan
dan jaringan lobi yang sangat cukup untuk memenuhi harapan memajukan daerah
kelahiran sendiri sekaligus mewujudkan visi politiknya.
Namun, Kearifan Timur tidak pernah lupa mengetuk hati untuk mengingatkan. Bahwa kelemahan
kekuasaan terletak pada kekuatannya. Pengetahuan dapat mendorong penguasa jumawa. Kawan yang melimpah dapat
menciptakan satu keputusan lemah. Karena itu, kekuasaan harus menjaga transparasi
dan menahan diri tidak koruptif. Sebab tatkala kepemimpinan menutup diri pada gagasan luar pada saat
bersamaan ia akan membusuk secara politik
dari dalam (political decay).
Faktor interest
pribadi yang merembes kedalam proses kebijakan publik adalah celah ancaman
mulainya praktik korupsi. Sedangkan disharmoni hubungan Bupati dan wakil bupati
selama lima tahun jabatan merupakan awal terjadi erupsi kekuasaan.
Bersatu
Kredo pasangan JONO selama kampanye, “Bersatu untuk Memajukan
Banjarnegara”, dapat menjadi entry point.
Bahwa bersatu adalah syarat mutlak (adequate sin quanon) bagi kemajuan daerah.
Tapi kebersatuan yang dimaksud, setidaknya meliputi tiga lingkaran konsentris yang saling beririsan.
Konsentris paling inti, kebersatuan intrapersonal. Artinya mereka
secara moral wajib menjaga keutuhan hubungan batin Tejo-Peno, sehingga
kepemimpinannya secara simbolik dapat menjadi preferensi kalangan birokrasi, kekuatan
politik, ramalan cuaca para investor, dan teladan di masyarakat.
Konsentris kedua, kebersatuan interpersonal antar pasangan
calon. Setiap kandidat perlu memiliki jiwa besar bahwa ketokohan mereka
merepresentasikan suatu kekuatan dan karenanya merupakan asset daerah. Pesta demokrasi
setiap periode menciptakan rivalitas (rivality), tapi tidak diperbolehkan
melahirkan permusuhan (enemies). Setiap pemilu boleh membekaskan luka, tapi berkat
kerukunan antar kandidat maka stabilitas daerah sebagai ciri khas Banjarnegara yang dinamis tetap terjaga.
Berada dalam
konsentris kedua pula yakni barisan pimpinan daerah lain seperti jajaran
Muspida atau Forkopinda serta tokoh agama dan masyarakat yang merepresentasikan
warga utama (very important civic). Komunikasi yang sehat dan konsolidasi yang
konstruktif Bupati dan wabup terpilih dengan barisan tersebut terakhir tidak
bisa disepelekan.
Konsentris terluar yakni kebersatuan pemimpin dan rakyat. Pembangunan
manusia emas dan masyarakat sejahtera bukanlah gejala panasea dalam arti dapat
diwujudkan bagai taman yang tercipta
sekejap mata. Pembangunan merupakan proses yang kompleks dan karenanya
butuh dukungan multisektoral. Pemimpin besar sekalipun tidak dapat memajukan
negara seorang diri tanpa dukungan wong cilik. Satuan kerja perangkat daerah
tertentu tidak bisa ego-sektoral dengan mendominasi satuan lainnya. Demikian
pula, kaum profesi, kelompok penekan (pressure group) maupun kelompok
kepentingan (interest group) didaerah, dilarang saling menikam dan merobek panji Banjarnegara.
Semangat Persatuan
memberi inspirasi bahwa mengejawantahkan
cita-cita besar kesejahteraan dan akhlak mulia suatu bangsa hanya dapat diwujudkan melalui spirit kebersamaan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar