Senin, 16 April 2012

Bersatu Menyongsong Kepemimpinan Baru


Beberapa saat menjelang peringatan momen persatuan Hari Sumpah Pemuda, tepatnya 18 oktober 2011 lalu, Gubernur Jawa Tengah H. Bibit Waluyo melantik Bupati dan Wakil Bupati Banjarnegara masa jabatan 2011-2016. Bupati/Wabup Sutedjo Slamet Utomo dan Hadi Supeno merupakan pemimpin ke-15, dihitung sejak Bupati Pertama R. Tumenggung Dipayuda IV yang dinobatkan pada 22 Agusutus 1831.

Sutedjo S. Utomo & Hadi Supeno (photo: Humas)
Setiap kepemimpinan baru selalu menerbitkan harapan besar. Kota Dawet Ayu yang baru terbangun dari tidur panjang sebagai  Kabupaten Tertinggal tentu banyak mimpi masyarakat yang harus diwujudkan. Dipundak pemimpin baru disandarkan harapan perubahan kesejahteraan yang meningkat, iklim investasi daerah yang kondusif, penciptaan sumberdaya manusia yang unggul, dan perbaikan beragam infrastruktur fasilitas umum.

Visi dan misi pasangan JONO (sebutan populer Tejo-Peno saat kampanye) kiranya telah berusaha mengakomodasikan cita-cita masyarakat lima tahun mendatang. Yakni, terwujudnya manusia dan masyarakat Banjarnegara yang mandiri dan berdaya saing, menuju masyarakat sejahtera yang berkharakter mulia.

Satu juta penduduk yang merentang dari Susukan hingga Sigaluh (wilayah ujung barat-timur) dan Batur hingga Pagedongan (utara-selatan) sudah menunggu penjabaran misi pemimpin baru. Seperti dijanjikannya sebelum terpilih, yakni bertekad mengelola tata pemeritahan yang baik. Kemudian menciptakan situasi masyarakat yang aman, damai dan religius. Dan paling utama, sesuai amanah konstitusi meningkatkan kesejahteraan umum. 

Perlu ratusan butir program dan kegiatan yang realistik dan berkeadilan untuk mewujudkannya. Dan waktunya pendek, hanya lima tahun sebelum rakyat secara demokrasi akan mengevaluasi kepemimpinan melalui pemilukada berikutnya.

Political Decay
Sebagai teknokrat senior dan putera daerah keandalan keduanya tidak diragukan. Sutedjo saat menjabat sekretaris daerah dan Supeno saat menjabat wakil bupati kali pertama dapat dibilang orang dibelakang layar suksesnya transisi sistem informasi pengelolaan keuangan daerah, misi mitigasi sejumlah bencana alam, pencapaian kerjasama antar daerah,  serta pengarusutamaan gender dan pendidikan dalam pembangunan daerah. 

Disamping dikenal sebagai pribadi yang relatif bersih selama memangku jabatan. Mereka dikancah pergaulan luar luas pula membangun jaringan politik selama ini hingga level nasional diberbagai organisasi. Cadangan pengetahuan dan jaringan lobi yang sangat cukup untuk memenuhi harapan memajukan daerah kelahiran sendiri sekaligus mewujudkan visi politiknya. 

Namun, Kearifan Timur tidak pernah lupa mengetuk hati untuk mengingatkan. Bahwa kelemahan kekuasaan terletak pada kekuatannya. Pengetahuan dapat mendorong penguasa jumawa. Kawan yang melimpah dapat menciptakan satu keputusan lemah. Karena itu, kekuasaan harus menjaga transparasi dan menahan diri tidak koruptif. Sebab tatkala kepemimpinan menutup diri pada gagasan luar pada saat bersamaan  ia akan membusuk secara politik dari dalam (political decay).
Faktor interest pribadi yang merembes kedalam proses kebijakan publik adalah celah ancaman mulainya praktik korupsi. Sedangkan disharmoni hubungan Bupati dan wakil bupati selama lima tahun jabatan merupakan awal terjadi erupsi kekuasaan. 

Bersatu  
Kredo pasangan JONO selama kampanye, “Bersatu untuk Memajukan Banjarnegara”, dapat menjadi entry point. Bahwa bersatu adalah syarat mutlak (adequate sin quanon) bagi kemajuan daerah. Tapi kebersatuan yang dimaksud, setidaknya meliputi tiga lingkaran konsentris yang saling beririsan.    
Konsentris paling inti, kebersatuan intrapersonal. Artinya mereka secara moral wajib menjaga keutuhan hubungan batin Tejo-Peno, sehingga kepemimpinannya secara simbolik dapat menjadi preferensi kalangan birokrasi, kekuatan politik, ramalan cuaca para investor, dan teladan di masyarakat. 

Konsentris kedua, kebersatuan interpersonal antar pasangan calon. Setiap kandidat perlu memiliki jiwa besar bahwa ketokohan mereka merepresentasikan suatu kekuatan dan karenanya merupakan asset daerah. Pesta demokrasi setiap periode menciptakan rivalitas (rivality), tapi tidak diperbolehkan melahirkan permusuhan (enemies). Setiap pemilu boleh membekaskan luka, tapi berkat kerukunan antar kandidat maka stabilitas daerah sebagai ciri khas Banjarnegara yang dinamis tetap terjaga. 

Berada dalam konsentris kedua pula yakni barisan pimpinan daerah lain seperti jajaran Muspida atau Forkopinda serta tokoh agama dan masyarakat yang merepresentasikan warga utama (very important civic). Komunikasi yang sehat dan konsolidasi yang konstruktif Bupati dan wabup terpilih dengan barisan tersebut terakhir tidak bisa disepelekan.

Konsentris terluar yakni kebersatuan pemimpin dan rakyat. Pembangunan manusia emas dan masyarakat sejahtera bukanlah gejala panasea dalam arti  dapat diwujudkan bagai taman yang tercipta sekejap mata. Pembangunan merupakan proses yang kompleks dan karenanya butuh dukungan multisektoral. Pemimpin besar sekalipun tidak dapat memajukan negara seorang diri tanpa dukungan wong cilik. Satuan kerja perangkat daerah tertentu tidak bisa ego-sektoral dengan mendominasi satuan lainnya. Demikian pula, kaum profesi, kelompok penekan (pressure group) maupun kelompok kepentingan (interest group) didaerah, dilarang saling menikam dan merobek panji Banjarnegara.

Semangat Persatuan memberi inspirasi bahwa mengejawantahkan cita-cita besar kesejahteraan dan akhlak mulia suatu bangsa hanya dapat diwujudkan melalui spirit kebersamaan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar